BARANGKALI SUDAH BENAR-BENAR BASI

Entah bagaimana yang sebenarnya terjadi - atau lebih tepatnya apa.
Sejatinya aku tak pernah meminta apa pun pada dirimu.
Sejujurnya aku tak pernah mengharapkan yang lebih-lebih.
Justru dirimulah yang mengiyakan, mengizinkan, dan memperbolehkan.
Dirimu sendiri yang bersedia menjadi bintang, bintangku.
Yang kuharap dapat bersinar terang di hatiku dan selalu ada untuk menghangatkan jiwaku.

Alih-alih menghangatkan gejolak jiwaku atau apa.
Tahu-tahu saja dirimu sudah jauh - lebih jauh dari jangkauan tanganku.
Dan barangkali jemariku takkan sanggup lagi meraihmu.
Barangkali jiwaku takkan bisa lagi berjalan seiring denganmu.
Tahu-tahu saja kau sudah mendahuluiku.
Berlari kencang menuju garis finish arena pacuan.
Tahu-tahu saja kau sudah meninggalkanku.


Aku toh bahkan tak tahu apa yang sebenarnya aku rasakan.
Barangkali kau juga tak tahu apa yang sedang kau rasakan?
Barangkali kita sama - dalam hal ini saja.
Sejuta perasaan berkecamuk dalam dada.
Sok semuanya ingin jadi yang pertama.
Saling muncul dan tenggelam dalam perasaan yang lain-lainnya.
Sok ingin jadi paling menonjol daripadanya kawan-kawanya.

Barangkali kisah konyol kita - ya, ku sebut ini konyol sekarang - sudah benar-benar basi.
Ternyata memang aku sedang dipermainkan.
Entah oleh apa aku pun takkan pernah tahu.
Dengan sikapmu yang sok peduli atau justru perasaanku yang mendalam ini?
Dengan sikapmu yang begitu ramah tamah atau aku yang sok me-ramah tamah-kan segalanya?

Dan setelah sekian hari kita lalui, dalam jarak beribu tahun cahaya.
Aku jadi kian ragu.
Apakah perasaanku masih sama?
Atau tak lagi sama?
Atau sepenuhnya berbeda?
Bahkan hilang tak tersisa?
Tidak.
Aku toh masih menemukan puing-puingnya, merasakannya.
Dan barangkali kau ingin menemukan yang sama?
Semua ada disini, dalam nuraniku.
Dan ku persilahkan dirimu jika ingin mengunjunginya.
Pintu hatiku sepenuhnya terbuka untuk dirimu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peradaban Manusia Baru : Modernisasi Daun Kelor.

Selamat!

LEBARAN 1434 H