Aku Mencintaimu sebagai Angin

Setelah berminggu-minggu yang sulit karena aku tak kunjung mendapatkan ungkapan yang cocok untukmu.
Dan beberapa bulan yang sangat manis.

Setengah jam menuju pukul sebelas malam. Aku terjaga dan memikirkan betapa mudahnya kau untuk datang lalu pergi - kemudian datang lagi. Lalu, kemana kau akan pergi setelah minggu-minggu ini? Dan kira-kira kapan kau akan kembali?

Kau yang tiba-tiba datang di siang bolong, yang mentarinya begitu terik dan debu menutup sebagian jalan. Aku sangat mencintaimu.

Kau yang terbang di bawah langit malam, lalu menunduk menyapa. Aku sangat menyayangimu.

Namun aku tahu.
Kau yang begitu jauh. Yang tanganku tak dapat merengkuh. Yang lompatanku tak mampu merebut - dirimu.

Kau kepunyaan bintang-bintang. Kesayangan Sang Bulan. Dan aku hanyalah kelopak bunga mawar, yang tiada mungkin memiliki kesempatan.

Kau yang kumimpikan dalam kuncup tidurku setiap malam.

Kau yang kuharap datang di setiap pagiku yang mekar.

Dan kau, harap teduhku dalam setiap hujan.

Aku tak tahu kemana kau terbang. Namun kusuarakan, terbanglah lebih tinggi dan temui bintangmu yang paling cantik.

Karena ujung jemariku tak kan dapat merasakan halus sayapmu. Bahkan aku tak sedikit pun terbersit dalam mimpimu.

Telingaku hanya dengar kepak sayapmu. Namun mataku tak pernah tahu kemana arahmu.

Telingaku hanya dengar lengking kicaumu. Namun bibirku tak pantas tuk panggil namamu.

Kemudian angin-angin membawa kabarmu. Yang tidak mungkin ku dengar dari bibirmu.

Maka kau hanya datang padaku melalui angin. Aku hanya melihat sesosok angin. Aku hanya mendengar tiupan angin. Namun, aku pun mencintaimu sebagai angin. Walau engkau hanya angin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peradaban Manusia Baru : Modernisasi Daun Kelor.

Selamat!

Maaf.