Apakah Itu Benar-benar Kamu?

Ini kisah tentang suatu sore,
Ketika mendung menggantung di langit timur.
Dan hujan turun dengan kakinya yang besar-besar.

Sesaat kemudian, udara menjadi sangat dingin.
Lalu kita mencoba untuk saling menghangatkan.

Tiba-tiba lagi kau melepas pelukan.
Dan aku terenyak menatap kau berlari menuju kejauhan.

Angin mengajakku menari ke arah utara.
Saat kau terus berlari sebaliknya.
Bintang malam membisikkan mimpi-mimpi.
Ketika bulan berdendang tentang perpisahan.

Aku melangkah ditemani aroma mawar.
Atau daun-daun kering di musim gugur.
Bagaimana kabarmu di selatan?

Pada langkahku yang ke-sekian ribu, saat petang datang.
Burung camar hinggap di sebelah kiri tapakku.
Dan cakarnya tenggelam di lumpur.

Kau tahu apa yang dia katakan?
Kicaunya bercerita tentangmu.
Lalu bernyanyi merdu, katanya kau sudah punya yang baru.

Bibirku membisu namun imajiku berangan-angan.
Kakiku berjalan dan tanganku menggapai udara.
Kosong.

Dan ketika mataku terbuka pada hari yang ke-seribu.
Aku sadar jejakku sudah terlalu jauh.
Dan mungkin perasaanku sudah terbang.
Bersama angin.

Namun kian hari kian ku hirup angin itu.
Angin perasaanku sendiri.
Yang membuatku tak pernah sanggup.
Berhenti menyukaimu.

Lalu tiba-tiba saat memandang langit malam.
Aku merindukanmu.
Dan kedua bintang di ujung, seolah menatapku.
Menyiratkan balasan rindu.

Dan ini terjadi ketika senja.
Ketika ku pikir kau telah musnah bersama debu.
Ketika ku pikir hanya tinggal aku dan perasaanku.

Aku menoleh.
Dan baru sadar.
Telah terulur tali panjang di belakangku.
Yang ujungnya terikat di antara kakimu dan kakiku.

Kawan, apa kau masih di ujung sana?
Langit yang oranye membuatku menyipitkan mata.
Dan dengan mata yang terpejam.
Dengan bodohnya aku memutuskan untuk kembali jatuh.

Pada pagi dan siang selanjutnya.
Aku melihat sosok hitam berjalan mendekat.
Dan aku tahu itu kamu.
Dan kita akan bertemu dalam rindang pohon kenari.
Yang jaraknya masih dua ribu langkah lagi.

Aku tanpa malu menggulung bagianku.
Dan berlari ke arah kenari.
Berlari ingin menemuimu.

Hingga tinggal seratus langkah di hadapanku.
Kita saling berhenti dan memperhatikan.
Apakah itu benar-benar kamu?

Selanjutnya kau memimpinku di depan.
Karena aku terlalu takut untuk berdampingan.
Kita berjalan bersama-sama ke arah barat.
Tapi, apakah itu benar-benar kamu?

Kawan, aku tak berani mendekat.
Karena takut kau akan memelukku.
Lalu kembali kabur seperti masa yang lalu.

Kawan, aku ingin menegurmu.
Tapi terlalu malu untuk menepuk pundakmu.
Kawan, apa itu benar-benar kamu?

Dengan jarak seratus langkah saja aku sudah cukup senang.
Dan selalu berdebar.
Kamu, bagaimana?
Dan ngomong-ngomong, kita akan kemana?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peradaban Manusia Baru : Modernisasi Daun Kelor.

Selamat!

Maaf.