Cinta Itu Bunga

Kalau hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga, maka cinta itu bunga.

Dan cinta kita itu... adalah bunga musim kemarau.
Yang mahkotanya mekar indah saat Jember sedang panas-panasnya dan tidak hujan.


Atau kadang hujan satu kali dua, namun kita merapat di halte dengan kamu yang mengayuh sepeda dan aku berjas hujan hijau tosca.

Yang sepanjang hari berdua dan bertiga ditemani matahari. Berpeluh, lalu kamu ngambek kalau kepanasan. Maka kita minum jus sambil jalan kaki berduaan.

Dengan debu-debu yang melekat di pipi, kita pulang sampai sore, lalu bertemu lagi malam harinya. Malam yang gerah namun tetap membuat tawa. Yang bulannya nampak sangat besar dan oranye sehingga masing-masing mata kita saling memandanginya.

Malam-malam yang kita habiskan sebagai sepasang bunga yang sedang dikalut asmara bersama secangkir kopi dan roti bakar. Atau segelas besar soda gembira ditambah satu porsi sosis bakar atau kebab.

Dan kini mendung jadi setiap sore sementara kabut datang dipagi hari. Lalu tiba-tiba hujan turun. Dan mahkota kita rontok diterpa angin, jauh.

Hujan turun lagi, lalu tangkaimu mulai layu. Tapi daunku tak mampu meraihmu untuk bertahan. Maka semakin hari kamu semakin layu.

Mahkotaku sudah rontok semua, sementara tangkaimu sudah menyentuh tanah. Daunku ikut-ikut merunduk tapi kamu tiada mau bangkit lagi.

Hujan semakin lebat, penglihatanku mulai buram. Jarak pandangku semakin pendek justru ketika kamu pergi menjauh.

Kamu mau pergi kemana, Bunga?

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peradaban Manusia Baru : Modernisasi Daun Kelor.

Selamat!

LEBARAN 1434 H